Selasa, 27 Maret 2012

Kurma Awatara

~ Hinduism ~

Kurma Awatara
Kurma Awatara adalah penjelmaan kedua dewa Wisnu yang berwujud kura-kura raksasa. Awatara ini muncul pada jaman Satyayuga. Menurut kitab Adiparwa, kura-kura tersebut bernama Akupa.

Kurma Awatara menggendong
Gunung Mandara
Menurut berbagai kitab Purana, Wisnu mengambil wujud seekor kura-kura (kurma) dan mengapung di lautan susu (Kserasagara atau Kserarnawa). Di dasar laut tersebut konon terdapat harta karun dan tirta amerta yang dapat membuat peminumnya hidup abadi. Para Dewa dan Asura (raksasa) berlomba-lomba mendapatkannya. Untuk mangaduk laut tersebut, mereka membutuhkan alat dan sebuah gunung yang bernama Gunung Mandara Giri, yang digunakan untuk mengaduknya. Para Dewa dan para Asura mengikat gunung tersebut dengan Naga Wasuki (Naga Basuki) dan memutar gunung tersebut. Kurma menopang dasar gunung tersebut dengan tempurungnya. Dewa Indra memegang puncak gunung tersebut agar tidak terangkat ke atas. Setelah sekian lama tirta amerta berhasil didapat dan Dewa Wisnu mengambil alih.

Kisah tentang Kurma Awatara muncul dari kisah pemutaran Mandaragiri yang terdapat dalam Kitab Adiparwa. Dikisahkan pada zaman Satyayuga, para Dewa dan Asura (raksasa) bersidang di puncak gunung Mahameru untuk mencari cara mendapatkan tirta amerta, yaitu air suci yang dapat membuat hidup menjadi abadi. Sang Hyang Nārāyana (Wisnu) bersabda, 

"Kalau kalian menghendaki tirta amerta tersebut, aduklah lautan Ksera (Kserasagara), sebab dalam lautan tersebut terdapat tirta amerta. Maka dari itu, kerjakanlah."

Setelah mendengar perintah Sang Hyang Nārāyana, berangkatlah para Dewa danasura pergi ke laut Ksera. Terdapat sebuah gunung bernama Gunung Mandara (Mandaragiri) di Sangka Dwipa (Pulau Sangka), tingginya sebelas ribu yojana. Gunung tersebut dicabut oleh Sang Anantabhoga beserta segala isinya. Setelah mendapat izin dari Dewa Samudera, gunung Mandara dijatuhkan di laut Ksira sebagai tongkat pengaduk lautan tersebut. Seekor kura-kura (kurma) raksasa bernama Akupa yang konon katanya sebagai penjelmaan Wisnu, menjadi dasar pangkal gunung tersebut. Ia disuruh menahan gunung Mandara supaya tidak tenggelam.

Usaha para Dewa dan Asura
memutar Gunung Mandara
Naga Basuki dipergunakan sebagai tali, membelit lereng gunung tersebut. Dewa Indra menduduki puncaknya, supaya gunung tersebut tidak melambung ke atas. Setelah siap, para Dewa dan Asura (raksasa) mulai memutar gunung Mandara dengan menggunakan Naga Basuki sebagai tali. Para Dewa memegang ekornya sedangkan para Asura (raksasa) memegang kepalanya. Mereka berjuang dengan hebatnya demi mendapatkan tirta amerta sehingga laut bergemuruh. Gunung Mandara menyala, Naga Basuki menyemburkan api yang membuat pihak Asura (raksasa) kepanasan. Lalu Dewa Indra memanggil awan mendung yang kemudian mengguyur para Asura (raksasa). Lemak segala binatang di gunung Mandara beserta minyak kayu hutannya membuat lautan Ksira mengental, pemutaran Gunung Mandara pun makin hebat.

Saat lautan diaduk, racun mematikan yang disebut Halahala menyebar. Racun tersebut dapat membunuh segala makhluk hidup. Dewa Siwa kemudian meminum racun tersebut maka lehernya menjadi biru dan disebut Nilakantha (Sanskerta : Nila : biru, Kantha : tenggorokan). Setelah itu, berbagai dewa-dewi, binatang, dan harta karun muncul, yaitu:

1. Sura, Dewi yang menciptakan minuman anggur
2. Apsara, Kaum bidadari kahyangan
3. Kostuba, Permata yang paling berharga di dunia
4. Uccaihsrawa, Kuda para Dewa
5. Kalpawreksa, Pohon yang dapat mengabulkan keinginan
6. Kamadhenu, Sapi pertama dan ibu dari segala sapi
7. Airawata, Kendaraan Dewa Indra
8. Laksmi, Dewi keberuntungan dan kemakmuran

Akhirnya keluarlah Dhanwantari membawa kendi berisi tirta amerta. Karena para Dewa sudah banyak mendapat bagian sementara para Asura (raksasa) tidak mendapat bagian sedikit pun, maka para Asura (raksasa) ingin agar tirta amerta menjadi milik mereka. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Asura (raksasa) dan Gunung Mandara dikembalikan ke tempat asalnya di Sangka Dwipa.

Melihat tirta amerta berada di tangan para Asura (raksasa), Dewa Wisnu memikirkan siasat bagaimana merebutnya kembali. Akhirnya Dewa Wisnu mengubah wujudnya menjadi seorang wanita yang sangat cantik, bernama Mohini. Wanita cantik tersebut menghampiri para Asura (raksasa). Mereka sangat senang dan terpikat dengan kecantikan wanita jelmaan Wisnu. Karena tidak sadar terhadap tipu daya, mereka menyerahkan tirta amerta kepada Mohini. 

Penyamaran Dewa Wisnu
menjadi wanita cantik
bernama Mohini
Setelah mendapatkan tirta, wanita tersebut lari dan mengubah wujudnya kembali menjadi Dewa Wisnu. Melihat hal itu, para Asura (raksasa) menjadi marah. Kemudian terjadilah perang antara para Dewa dengan Asura (raksasa). Pertempuran terjadi sangat lama dan kedua pihak sama-sama sakti. Agar pertempuran dapat segera diakhiri, Dewa Wisnu memunculkan senjata cakra yang mampu menyambar-nyambar para Asura (raksasa). Kemudian mereka lari tunggang langgang karena menderita kekalahan. Akhirnya tirta amerta berada di pihak para Dewa.

Para Dewa kemudian terbang ke Wisnuloka, kediaman Dewa Wisnu, dan di sana mereka meminum tirta amerta sehingga hidup abadi. Seorang raksasa yang merupakan anak Sang Wipracitti dengan Sang Singhika mengetahui hal itu, kemudian ia mengubah wujudnya menjadi Dewa dan turut serta meminum tirta amerta. Hal tersebut diketahui oleh Dewa Aditya dan Dewi Chandra, yang kemudian melaporkannya kepada Dewa Wisnu. Dewa Wisnu kemudian mengeluarkan senjata chakranya dan memenggal leher sang raksasa, tepat ketika tirta amerta sudah mencapai tenggorokannya. Badan sang raksasa mati, namun kepalanya masih hidup karena tirta amerta sudah menyentuh tenggorokannya. Sang raksasa marah kepada Dewa Aditya dan Chandra, dan bersumpah akan memakan mereka pada pertengahan bulan. Sehingga terjadilah gerhana bulan dan gerhana matahari.

Lidah ular yang terbelah di ujung
Diceritakan pula tirta amerta tersebut jatuh di sebuah daun ilalang yang kemudian tirta tersebut dijilat oleh seekor ular, daun ilalang yang berduri pun akhirnya merobek lidah ular menjadi terbagi dua di bagian ujungnya dan karena tirta amerta itu merupakan sebuah air keabadian, ular pun dipercaya tidak bisa mati tua, karena mereka selalu berganti kulit dan juga hanya bisa mati jika dibunuh dan dipenggal kepalanya. Tapi itu hanyalah mitos, karena di dunia ini tidak ada yang abadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 
;